
Di tengah perkembangan industry 4.0, teknologi semakin canggih. Nyatanya, teknologi yang terkesan teknis juga dituntut untuk tampil elegan. Canggih di dalam tidak cukup, tetapi perlu mendapat sentuhan stylist di luarnya. Inilah kiranya yang dipikirkan pencipta Eagle One, mesin kopi besutan Victoria Arduino.
Duta Besar Italia untuk Indonesia, Vittorio Sandalli, secara eksplisit menyebut Eagle One sebagai perwujudan “beauty technology.” Menurutnya, yang hadir dalam acara peluncuran Eagle One di Jakarta, 15 Februari 2020, mesin diciptakan tidak sekadar mengedepankan kemajuan teknologi. Seorang produsen juga harus memperhatian desain mesin tersebut supaya tampak indah dan memiliki karya seni.
Maka tidak mengherankan, Eagle One disebut oleh Federico Ippodimonte, South East Asia Manager Simonelli Group Asia Pacific PTE, sebagai salah satu masterpiece Simonelli Group, pemegang merk Victoria Arduino. Indonesia sendiri cukup beruntung, karena Eagle One dipasarkan oleh Toffin di Indonesia hanya 5 bulan setelah launching di italia, negara asalnya.

Toffin sendiri adalah Agen Tunggal Pemegang Merk Nuova Simonelli dan Victoria Arduino. Dengan membawa Eagle One ke Indonesia, Toffin membuktikan komitmennya untuk selalu mengedepankan kualitas dan mendukung industri kopi di Tanah Air.
Lebih lanjut, James Hoffman, Influencer kopi dan penulis buku, semakin menegaskan posisi Eagle One. “Desain menjadi keunggulan utama Eagle One. Mesin kopi ini, memenuhi kebutuhan terkini para generasi terbaru kedai kopi melalui desain yang simple dan compact,” tegas Hoffmann.
Baca Juga: Qlue Yang Ditinggal Oleh Jakarta, Kini Dapat Kucuran Dana Dan Dipakai Instansi Lain
Dalam presentasinya, Hoffman yang juga World Barista Champion 2007 itu, menjabarkan bahwa Eagle One memiliki ciri yang menonjol setidaknya dalam hal auto purge, be less wasteful, dan beautiful-clean-simple.
Pernyataan bahwa mesin kopi canggih perlu tampil cantik, bukanlah ngasal. Toffin merasa bangga membawa Eagle One ke Indonesia, juga bukan untuk gaya-gayaan. Karena tren bisnis kopi di Indonesia memang mengarah pada apresiasi konsumen terhadap proses pembuatan secangkir kopi. Hal ini berpengaruh pada tampilan mesin kopi yang menjadi pusat perhatian konsumen.
Coba perhatikan, saat pertama kali masuk ke kedai kopi, hal pertama yang menarik perhatian mata kita adalah mesin kopi yang ngejogrok gagah di meja barista. Bahkan, saking gedenya, mesin kopi menghilangkan sosok barista yang bekerja di belakangnya.
Tren ini juga terasa di kedai kopi sederhana, yang tidak memiliki mesin kopi otomatis super canggih. Tetapi, apresiasi terhadap proses pembuatan segelas kopi tetap tinggi. Sebagai contoh, beberapa pemiliki kedai kopi mempersilahkan konsumen untuk membuat kopinya sendiri dengan peralatan yang ada. Pemilik kedai tidak segan mengajarinya, tahap demi tahap. Hal ini saya temui di Kedai Kopi KOIN Cafe di Bogor.

Berdasarkan riset Toffin bersama Majalah MIX MarComm SWA Media Group di Desember 2019, industri kedai kopi di Indonesia dibagi menjadi 4 gelombang. Satu yang menarik, di gelombang ketiga (2010-2105), konsumen tidak hanya menikmati gengsi minum kopi di kafe, melainkan mulai tertarik pada proses produksi secangkir kopi. Efeknya, kehadiran mesin kopi menjadi referensi visual bagi konsumen.
Pada gelombang ini, orang makin menyadari seksinya bisnis kedai kopi di Indonesia. Banyak brand masuk ke pasar, seperti Tanamerah yang datang dari segmen coffee specialty. Juga ada dari sektor bisnis lain yang tertarik terjun ke bisnis kedai kopi seperti hair stylist Johnny Andrean masuk lewat brand J.CO Donats & Coffee (2013), McDonald’s masuk dengan brand McCafe (2014), dan Lippo Group masuk lewat Maxx Coffee (2015).
Ramah Lingkungan dan Berbagi Resep Kopi
Eagle One diciptakan untuk berkontribusi dalam mengurangi polusi dunia. Dengan menggunakan materi baru dan desain yang unik, mesin ini bisa mengurangi emisi CO2 jika dibandingkan dengan mesin sejenis.
Pengurangan keluaran CO2 merupakan hasil dari penerapan sistem yang hemat energi ketika mengekstraksi espresso secara sempurna. Ketel diisolasi dengan bahan baru untuk menghindari penyebaran panas. Dengan cara ini maka mesin lebih hemat energi, efisien dan mudah.
Pengguna dalam hal ini barista, dapat dengan mudah mengatur suhu pada layer tampilan. Kerja selanjutnya, kita serahkan pada mesin yang secara elektronik akan menjaga suhu stabil selama seluruh fase pengeluaran (jadi espresso).
Klaim ramah lingkungan didasarkan pada pengujian Eagle One menggunakan pendekatan Life Cycle Assessment (LCA). Hasilnya, Eagle One mampu mengurangi 23% pengaruh terhadap lingkungan dibandingkan dengan mesin lain di kategori yang sama.

LCA secara umum merupakan pendekatan untuk mengukur dampak lingkungan yang diakibatkan oleh produk atau aktivitas mulai dari pengambilan raw material, diikuti proses produksi dan penggunaan, dan berakhir pada pengelolaan sampah/ limbah.
Lebih lanjut, industri 4.0 mendorong lompatan inovasi dan teknologi. Uniknya, semakin berkembang inovasi ternyata ruang keterbukaan semakin besar. Itulah mengapa saling berbagi adalah inovasi terbesar. Eagle One adalah produk inovatif sarat teknologi canggih namun mempunyai fitur berbagi.
Eagle One adalah mesin yang dilahirkan untuk menjadi pintar. Eagle One dilengkapi aplikasi yang bisa disematkan di smartphone/ tablet. Aplikasi yang juga bisa terhubung dengan bluetooth ini memungkinkan pengguna untuk membuat dan berbagi informasi resep kopi susu dengan semua pemilik Eagle One lainnya. Selain penggunaan pribadi, aplikasi ini dapat digunakan oleh rantai kedai kopi untuk melacak mesin kopi mereka, tanpa mengganggu pekerjaan barista.
